Assalaamu'alaykum wa rahmatullaahi wa
barakatuh.. Kabar sehat, para pembaca setia blogger SKI Al-Hajj?
Semoga senantiasa berada dalam lindugan Allah SWT, allahumma aamiin.
Walaupun cuaca ekstrem terjadi di mana-mana khususnya daerah ibukota, jangan sampai hal tersebut membuat kita bermalas-malasan dalam beribadah. Memang, pada hakikatnya tidak selalu manusia beribadah konstan ataupun selalu meningkat. Terlepas dari itu, jangan sampai kita meninggalkan ibadah wajib, dan terus memperbaiki ibada sunnah kita.
Dalam posting kali ini, penulis akan membahas sedikit tentang membaca al-quran kombinasi dari www.dakwahtuna.com.
Segala puji bagi Allah, yang telah menurunkan kepada hamba-Nya
kitab Al-Qur’an sebagai penjelasan atas segala sesuatu, petunjuk, rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang muslim. Semoga shalawat dan salam
senantiasa tercurah kepada hamba dan rasul-Nya Muhammad, yang diutus
Allah sebagai rahmat bagi alam semesta.
وَيَوْمَ
نَبْعَثُ فِي كُلِّ أُمَّةٍ شَهِيدًا عَلَيْهِمْ مِنْ أَنْفُسِهِمْ
وَجِئْنَا بِكَ شَهِيدًا عَلَى هَؤُلَاءِ وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ
تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
(89)
Artinya:
"Dan
ingatlah akan hari ketika Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang
saksi atas mereka sendiri, dan Kami datangkan kamu (Muhammad) menjadi
saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Quran) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat
dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (16: 89)
Ayat
tersebut menjelaskan dua poin penting. Pertama, kesaksian Rasulullah Saw
di antara para saksi di Hari Kiamat menunjukkan posisi Rasulullah Saw
di tengah para nabi dan para wali Allah Swt. Para nabi dan wali dengan
izin Allah Swt menjadi saksi. Kedua, keagungan al-Quran dan peran besar
kitab suci ini dalam membimbing umat manusia. Allah Swt menjadikan
al-Quran sebagai penjelas segala masalah yang diperlukan untuk
membedakan kebenaran dan kebatilan. Ini merupakan rahmat Ilahi bagi
manusia. Akan tetapi hanya ummat Islam yang mengimani kitab al-quran dan
menggunakan kitab suci ini sebagai petunjuk, rahmat dan kabar gembira.
Ada empat level dalam membaca al-Qur’an. Semuanya penuh berkah dan manfaat. Semakin tinggi level membaca seseorang, semakin besar manfaat yang diperoleh.
Level Pertama: Mengucapkan al-Qur’an dengan Benar
Rasulullah SAW, para sahabatnya dan para ulama sangat memberikan perhatian yang besar terhadap bagaimana mengucapkan lafazh-lafazh al-Qur’an secara baik dan benar. Karena bentuk ideal transfer informasi adalah penyampaian redaksi secara tepat. Kesalahan pengucapan berakibat buruk pada proses transformasi informasi. Kalimat-kalimat ilahi dalam al-Qur’an bukan saja memuat informasi dan ajaran kebenaran dan keselamatan, tetapi juga memuat keindahan bahasa, ketinggian kualitas sastra, serta keagungan suasana ilahiyyah. Karena itu dalam membaca al-Qur’an sangat dianjurkan untuk memperhatikan adab-adabnya, seperti harus dalam keadaan suci, berpakaian menutup aurat, membaca dengan khusyu’, memperindah suara semampunya, dan memperhatikan tajwidnya. Rasulullah SAW bersabda:
“Perindahlah al-Qur’an dengan suara kalian.” (HR Abu Daud, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).
Al-Qur’an
adalah kata-kata dari Allah yang Maha Indah, karena itu semaksimal
mungkin kita menerjemahkan keindahan tersebut dengan cara kita membaca.
Meskipun demikian bukan berarti mereka yang tidak mampu mengucapkan
al-Qur’an dengan fasih mereka tidak boleh membaca al-Qur’an. Cukup bagi
seorang mukmin untuk berusaha sesuai dengan kemampuannya. Rasulullah SAW
bersabda:
“Orang mahir membaca al-Qur’an, bersama dengan
malaikat yang mulia dan berbakti. Sedangkan orang yang membaca al-Qur’an
terbata-bata dan mengalami kesulitan (mengucapkannya) dia mendapatkan
dua pahala.” (HR Muslim)
Subhanallah, ini adalah kemurahan
Allah SWT. Yang membaca al-Qur’an dengan penuh kesulitan dan
terbata-bata Allah justru memberi dua pahala, yaitu pahala mengucapkan
al-Qur’an dan pahala menghadapi kesulitan. Meskipun demikian yang mahir
tetap mendapatkan kelebihan derajat yaitu kemuliaan bersama dengan para
malaikat.Level Kedua, Membaca dengan Pemahaman
Maksud dari semua perkataan adalah pemahaman terhadap makna dari perkataan tersebut. Demikian juga al-Qur’an. Allah menurunkan al-Qur’an kepada umat manusia bukan sekadar dibunyikan tanpa dipahami. Al-Qur’an bukanlah mantera-mantera yang diucapkan dengan komat-kamit. Al-Qur’an adalah petunjuk. Dan al-Qur’an tidak akan menjadi petunjuk jika maknanya tidak dipahami. Allah mengecam Ahlul Kitab yang merasa memiliki kitab suci tetapi tidak mengetahui isinya, Allah berfirman:
“Dan di
antara mereka ada yang buta huruf, tidak mengetahui Al kitab (Taurat),
kecuali angan-angan belaka dan mereka hanya menduga-duga... ” (QS.Al-Baqarah: 78).
Allah
menyebut Ahlul Kitab sebagai “ummiyyin” padahal mereka mampu membaca
dan menulis, tetapi karena mereka tidak mengetahui isi Kitab Suci mereka
Allah menyebut mereka sebagai buta huruf. Sebagian ahli tafsir
mengatakan bahwa makna kata “amani” artinya membaca.Berdasarkan tafsir ini, kita memahami bahwa membaca saja tidak membuat kita mendapatkan hidayah jika kita tidak memahami dan mengetahui makna kalamullah.
Untuk memahami al-Qur’an tentu saja perlu mempelajari bahasanya. Bagi yang tidak mengetahui bahasa Arab, membaca terjemahan atau tafsir berbahasa Indonesia bisa dijadikan pengganti sebagai langkah darurat. Saya katakan itu adalah langkah darurat, karena ketinggian bahasa al-Qur’an tidak mungkin diterjemahkan ke dalam bahasa apapun. Terjemahan al-Qur’an hakikatnya hanyalah terjemahan dari pemahaman sang penerjemah. Bahkan jika kita tanya kepada siapapun yang menerjemahkan al-Qur’an, pasti dia akan mengatakan tidak semua makna yang dikandung oleh lafal-lafal al-Qur’an dapat ditemukan padanannya pada bahasa lain.
Setingkat lebih baik dari terjemah al-Qur’an adalah terjemahan tafsir al-Qur’an, atau tafsir yang memang ditulis dalam bahasa Indonesia. Siapapun yang ingin mempelajari isi al-Qur’an tidak boleh melewatkan kitab-kitab tafsir. Seorang yang ahli bahasa Arab pun tidak akan tepat memahami al-Qur’an jika tidak mempelajari kitab tafsir. Karena sebagaimana halnya semua bahasa yang hidup adalah dinamis. Tidak semua kata-kata yang dipakai orang zaman sekarang memiliki makna yang sama dengan makna yang dipakai pada zaman turunnya al-Qur’an. Misalnya, kata ‘sayyaroh’ pada zaman ini berarti mobil, sedangkan dalam al-Qur’an ‘sayyaroh’ berarti kafilah dagang. Kata ‘qoryah’ di zaman sekarang dipakai untuk makna desa, sedangkan dalam al-Qur’an artinya adalah kota atau negeri.
Di sisi lain kitab-kitab tafsir beragam kualitasnya sesuai dengan kapasitas keilmuan penulisnya. Yang paling dekat dengan kebenaran adalah yang paling banyak menggali pemahaman dari wahyu itu sendiri. Metode yang paling baik dalam menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an itu sendiri, kemudian menafsirkan al-Qur’an dengan Hadits Nabi, kemudian menafsirkan al-Qur’an dengan perkataan tabi’in, kemudian menafsirkan al-Qur’an dengan kaidah bahasa. Kitab tafsir yang paling baik menerapkan metode ini adalah Tafsir Ibnu Katsir.
Dikarenakan al-Qur’an kitab yang universal, maka setiap masa selalu membutuhkan penafsiran yang mengupas al-Qur’an terkait dengan isu-isu kontemporer. Pada abad ke-19 dan ke-20 muncul tafsir-tafsir kontemporer seperti al-Manar karya Rasyid Ridho, at-Tahrir wat-Tanwir karya Ibnu Asyur, Adhwa-ul Bayan karya Muhammad Amin asy-Syinqithy, dan yang fenomenal adalah Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid Quthb.
Level Ketiga, Membaca dengan Tadabbur
Al-Qur’an mendorong manusia untuk memfungsikan akal dan hatinya lebih jauh dari sekadar memahami, walaupun level memahami al-Qur’an adalah level aktivitas otak yang tinggi. Jika seseorang memahami Kalamullah berarti dia telah mencerna informasi yang luar biasa tinggi kualitasnya. Tetapi ternyata Allah menginginkan kapasitas pemikiran seorang muslim bergerak lebih jauh. Al-Qur’an mendorong akal dan hati untuk mentadabburi al-Qur’an. Tadabbur berarti deep thinking, merenungi, memperhatikan secara mendalam, menggali hakikat yang tersimpan di balik kata-kata, dan menyingkap horizon di belakang makna.
Hal itu karena hakikat-hakikat yang terangkum dalam al-Qur’an tidak semuanya hakikat yang permukaan yang sederhana dan mudah ditangkap. Banyak hakikat-hakikat yang membutuhkan pemikiran yang dalam, perenungan yang jauh serta pandangan yang tajam. Dan hal itu tidak mungkin didapatkan hanya sekadar dengan menangkap lapisan luar lafal-lafal al-Qur’an. Lebih jauh bahkan Allah menyatakan bahwa al-Qur’an diturunkan dengan tujuan agar manusia mentadabburi ayat-ayat-Nya.
Untuk mentadabburi ayat-ayat Allah diperlukan hati yang bersih dan pemikiran yang tajam. Hati yang dipenuhi oleh hawa nafsu tidak akan mampu melihat secara jernih, karena syahwat akan banyak berbicara dan mengendalikan hati.
Allah SWT berfirman dalam QS. al-Jatsiyah: 23.
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلٰهَهُ هَواهُ وَ أَضَلَّهُ اللهُ عَلى عِلْمٍ وَ خَتَمَ عَلى سَمْعِهِ وَ قَلْبِهِ وَ جَعَلَ عَلى بَصَرِهِ غِشاوَةً فَمَنْ يَهْديهِ مِنْ بَعْدِ اللهِ أَفَلا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai Tuhannya dan Allah membiarkannya berdasarkan ilmu-Nya
dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan
tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS. al-Jatsiyah: 23).
Ayat-ayat Allah yang terbentang di alam semesta juga hanya dapat ditangkap dan dipahami oleh hati-hati yang bersih.
“Sesungguhnya
dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Ulil Albab)” (QS. Ali Imran: 190).
Level Keempat, Membaca dengan Khusyu’
Masih ada plafon yang lebih tinggi di atas tadabbur? Ya, al-Qur’an terus mendorong manusia untuk terbang tinggi menuju ketinggian ruh, masuk ke alam penuh dengan keagungan ilahi dengan hati khusyu’ ruh sang mukmin menyaksikan keagungan Allah.
Setelah hati mampu melihat alam di belakang dunia materi, memahami hakikat di balik fenomena alam, ketika tirai tersingkap, hati mukmin yang mentadabburi al-Qur’an luluh. Hati tunduk melihat kebesaran Allah. Kulit bergetar merasakan keagungan Hakikat Mutlak.
“Allah telah menurunkan Perkataan yang paling
baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi
berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada
Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu
mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. az-Zumar: 23).
Orang-orang yang hatinya dipenuhi dengan ilmu ilahi, orang-orang yang kedalaman ilmunya kokoh akan bersujud tunduk, mata mereka akan memancarkan air mata kekhusyu’an setiap kali mereka diingatkan dengan ayat-ayat Allah, setiap kali hati mereka tersentuh dengan Kebenaran Ilahi Mutlak.
Sekian sedikit artikel dari penulis. Semoga dapat diambil manfaatnya. Mohon maaf jika ada kesalahan dari penulis, kaena yang bear hanya datang dari Allah SWT.
Wassalaamu'aaykum wa rahmatullaahi wa barakatuh.
0 comments: